Perjalanan Zaman Lewat Gerbang: Sejarah Torii di Jepang, Gapura di Indonesia, dan Arc di Eropa

 Gerbang bukan sekadar pintu masuk. Dalam banyak kebudayaan, gerbang melambangkan lebih dari sekadar batas fisik—ia adalah peralihan, tanda dimulainya perjalanan spiritual, simbol kemenangan, atau bahkan manifestasi kekuasaan. Dalam sejarah peradaban dunia, kita bisa menemukan berbagai jenis gerbang yang bukan hanya ikonik dari segi desain, tetapi juga sarat makna budaya dan filosofi. Artikel ini akan membawa Anda menjelajahi tiga bentuk gerbang bersejarah dari tiga belahan dunia: Torii di Jepang, Gapura di Indonesia, dan Arc di Eropa.


Torii: Gerbang Menuju Kesucian di Jepang

Deretan gerbang Torii merah di Fushimi Inari Taisha, Kyoto, dengan seorang wanita memakai kimono

Torii adalah gerbang tradisional Jepang yang biasanya ditemukan di pintu masuk kuil Shinto. Ia menandai peralihan dari dunia fana ke dunia spiritual, dari yang profan ke yang sakral. Torii biasanya terbuat dari kayu atau batu, dicat merah terang dengan elemen hitam di atasnya. Warna merah ini diyakini dapat mengusir roh jahat.

Torii tertua yang tercatat adalah dari abad ke-10, dan hingga kini masih menjadi ikon kuat spiritualitas Shinto. Salah satu contoh paling terkenal adalah Torii mengambang di Itsukushima Shrine, Hiroshima—yang tampak seolah melayang di atas air saat air pasang.

Simbolismenya begitu kuat, hingga Torii sering digunakan dalam logo, seni, dan arsitektur modern Jepang untuk menunjukkan hubungan dengan budaya tradisional.


Gapura: Penjaga Sakralitas dan Kekuasaan di Indonesia

Gapura Candi Bentar khas Bali dengan arsitektur tradisional bercorak merah bata

Di Indonesia, gerbang dikenal dengan sebutan Gapura, yang berasal dari bahasa Sanskerta "gopura". Gapura memiliki banyak ragam bentuk, bergantung pada era dan lokasi—baik Hindu-Buddha, Islam, maupun arsitektur lokal.

Dalam budaya Jawa dan Bali, dikenal dua bentuk utama:

  • Candi Bentar: Gerbang terbelah dua simetris, tanpa atap penghubung—biasa ditemukan di Bali.
  • Paduraksa: Gapura yang memiliki atap dan bentuk lebih tertutup, melambangkan transisi menuju area yang lebih sakral.

Gapura tidak hanya menjadi elemen arsitektur, tetapi juga lambang status dan spiritualitas. Misalnya, Gapura Bajang Ratu di Trowulan dipercaya sebagai bagian dari kompleks kerajaan Majapahit. Di masa Islam, gapura tetap digunakan, seperti di kompleks Masjid Agung Demak yang menyatukan unsur Hindu-Jawa dan Islam.


Arc: Gerbang Kemenangan di Eropa

Monumen Arc de Triomphe di Paris pada pagi hari dengan langit biru cerah

Berbeda dengan Torii dan Gapura, Arc (Arch of Triumph) di Eropa cenderung menjadi simbol sekuler, yang berkaitan dengan kekuasaan militer atau kejayaan bangsa. Arc bukan hanya elemen arsitektur, tetapi juga tugu kemenangan.

Contoh paling terkenal adalah Arc de Triomphe di Paris, dibangun oleh Napoleon untuk menghormati tentara Prancis. Di Roma, terdapat Arch of Titus, yang dibangun pada abad ke-1 M untuk mengenang kemenangan Kekaisaran Romawi.

Arc umumnya megah, penuh ukiran relief, dan menjadi pusat dari jalan raya atau alun-alun besar. Ia dirancang untuk mengesankan dan mengabadikan kemenangan, menjadikan sejarah sebagai tontonan visual dan propaganda kekuasaan.


Baca Juga: Tempat Bersejarah yang Menginspirasi Film Terkenal


Perbandingan dan Refleksi Budaya

Meskipun ketiganya merupakan "gerbang", fungsi dan makna mereka mencerminkan nilai-nilai berbeda dari kebudayaan masing-masing:

Jenis Gerbang

Makna

Fungsi


  • Torii (Jepang)

  • Transisi spiritual

  • Penanda kuil Shinto


  • Gapura (Indonesia)

  • Sakralitas & status budaya

  • Penanda wilayah sakral/kerajaan


  • Arc (Eropa)

  • Kemenangan & kekuasaan

  • Monumen nasional & simbol politik


Ketiganya menunjukkan bahwa gerbang bukan sekadar arsitektur, tapi juga narasi visual tentang bagaimana suatu budaya memandang dunia—baik dari sisi spiritual, sosial, maupun politis.


Gerbang sebagai Jejak Sejarah

Gerbang-gerbang ini menjadi saksi bisu perjalanan zaman. Mereka tetap berdiri meskipun dunia di sekitarnya terus berubah. Dari spiritualitas Jepang, warisan budaya Nusantara, hingga kejayaan militer Eropa—semuanya diwakili oleh struktur yang kelihatannya sederhana: sebuah gerbang.

Melalui gerbang-gerbang ini, kita belajar bahwa arsitektur tidak hanya membangun ruang, tapi juga membangun cerita, identitas, dan peradaban.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.